PulauJawa dan sebagian Indonesia bagian timur perlu memperhatikan ancaman ini.
Lalu hingga data terbaru diumumkan pada pukul 12.00 WIB, BPBD DKI Jakarta mengumumkan bahwa sedikitnya masih 30 RT terendam banjir akibat luapan Sungai Ciliwung. Sejumlah wilayah yang masih terendam banjir dari Ciliwung di antaranya Kelurahan Balekambang, Kampung Melayu, Cawang, Cililitan, Bidara Cina, dan Cipulir.
Banjirterjadi di daerah Jakarta yang dialiri Sungai Ciliwung, banjir yang terjadi di daerah Jakarta tersebut disebabkan debit air Ciliwung meningkat, terjadi pendangkalan dan banyak sampah di aliran Sungai Ciliwung, lahan di sekitar Sungai Ciliwung sebagian besar kedap air. Kondisi ini dalam ilmu geografi termasuk jenis pendekatan a.
Daftar21 wilayah permukiman penduduk yang berpotensi akan mengalami banjir di antaranya, - Jakarta Timur. Meliputi Bambu Apus, Cilangkap, Pondok Ranggon, Setu, Lubang Buaya, Pondok Bambu, Pondok Kelapa, Cipinang, Cipinang Melayu, Cipinang Muara, Duren Sawit, Jatinegara Kaum, Kayu Putih dan Pulogadung. - Jakarta Pusat.
Banjirmerendam permukiman warga yang berada di bantaran sungai Ciliwung. Curah hujan yang tinggi ini juga menyebabkan 34 di Jakarta tergenang banjir. Puluhan RT yang terdampak berada di Jakarta
Banjirdi permukiman Kebon Pala, Jaktim akibat luapan Sungai Ciliwung. Wagub Riza Bersyukur Jakarta tak Terjadi Banjir Besar pada 2022 | Republika Online REPUBLIKA.ID
. JAKARTA, - Curah hujan yang tinggi di sejumlah wilayah DKI Jakarta hari ini, Selasa 18/1/2022, menyebabkan banjir di delapan titik di wilayah Jakarta Pusat. Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air SDA Jakarta Pusat, Abdul Rauf Gaffar mengatakan, kedalaman genangan air tersebut bervariasi, mulai dari 15 sampai 40 ini, Sudin SDA Jakarta Pusat berupaya agar genangan di delapan lokasi tersebut segera surut dengan mengerahkan seluruh petugas dan pompa air. Baca juga Daftar Wilayah di Jakarta yang Terendam Banjir, Ketinggian Capai 70 cm "Kita masih terus lakukan penanganan agar air cepat surut. Pompa air saat ini dalam keadaan aktif," ujar Abdul Rauf saat dihubungi. Selain itu, Kepala Seksi Kasie Pemeliharaan Sudin SDA Jakarta Pusat, Achmad Daeroby mengungkapkan bahwa ada 8 titik lokasi genangan akibat hujan dia, kedalaman dari air genangan tersebut bervariasi hingga 40 sentimeter. "Saat ini ada 8 yang termonitor oleh kami. Seperti Jalan Medan Merdeka Timur, Johar Baru, Achmad Yani, Suprapto, Kwitang, Gunung Sahari, Jalan Cikini," jelas Daeroby. Daeroby menjelaskan, banjir disebabkan oleh tingginya intensitas hujan yang turun pada siang hari tadi. Baca juga Imbas Banjir Jakarta, 5 Rute Transjakarta Dialihkan, Ini Rinciannya Akibatnya, air yang berada di saluran meluap ke jalanan dan permukiman hingga menimbulkan genangan. "Tapi cepat surut airnya. Genangan ini karena volume air sangat tinggi," tutup dia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Jakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak sungai. Namun, tidak semua sungai di Jakarta memiliki aliran yang deras. Derasnya aliran sungai sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem sungai dan mencegah banjir di musim hujan. Lalu, sungai apa saja di Jakarta yang alirannya deras? Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung adalah sungai yang paling terkenal di Jakarta dan memiliki aliran yang deras. Sungai ini memiliki panjang sekitar 119 km dan mengalir dari Bogor hingga ke Jakarta. Aliran deras sungai Ciliwung terkadang menjadi penyebab banjir di Jakarta, terutama di musim hujan. Namun, sungai ini juga memiliki peran penting sebagai sumber air dan tempat hidup bagi banyak spesies ikan dan hewan lainnya. Sungai Pesanggrahan Sungai Pesanggrahan adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Selatan. Sungai ini memiliki aliran yang cukup deras dan sering digunakan sebagai tempat wisata air. Selain itu, sungai Pesanggrahan juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Jakarta Selatan. Sungai Sunter Sungai Sunter adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Utara. Sungai ini memiliki aliran yang deras dan juga sering digunakan sebagai tempat wisata air. Namun, seperti sungai Ciliwung, sungai Sunter juga sering menjadi penyebab banjir di musim hujan. Sungai Krukut Sungai Krukut adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Barat. Sungai ini memiliki aliran yang deras dan menjadi sumber air bersih bagi masyarakat sekitar. Selain itu, sungai Krukut juga menjadi tempat hidup bagi banyak spesies ikan dan hewan air lainnya. Kesimpulan Terdapat beberapa sungai di Jakarta yang memiliki aliran yang deras, seperti sungai Ciliwung, sungai Pesanggrahan, sungai Sunter, dan sungai Krukut. Meskipun derasnya aliran sungai sering menjadi penyebab banjir di Jakarta, namun sungai-sungai ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan sebagai sumber air bersih bagi masyarakat sekitar. Pos terkaitBahasa Daerah Sunda Sampai Berjumpa LagiBeberapa Pengertian dan Fungsi Array yang Benar Terdapat PadaPeristiwa Tertariknya Partikel Koloid oleh Medan Listrik DisebutPada Tahun 1770 Inggris Mengakui Haknya atas Benua Australia MelaluiBerikut Bukan Faktor Pendorong Pembangunan Ekonomi AdalahMengapa Kita Harus Bernegosiasi dengan Santun?
Ciliwung merupakan sungai bersejarah yang sekaligus merupakan benteng alam Kerajaan Pajajaran [1482-1567] saat masih berdiri. Pengelolaan Ciliwung sudah ada sejak Kolonial Belanda berkuasa di Jawa. Bagi Belanda, merawat hulu Ciliwung sama halnya menjaga wibawa ibukota, Batavia, yang sekarang bernama Jakarta. Ciliwungmembentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Cisarua lalu mengalir ke hilir di pantai utara Jakarta. Panjangnya 120 kilometer dengan luas Daerah Aliran Sungai [DAS] 387 kilometer persegi. Ciliwungmerupakan satu dari 15 sungai yang diprioritaskan pemulihannya oleh Pemerintah Indonesia. Selain Ciliwung, ada Sungai Asahan Toba, Siak, Musi, Sekampung, Cisadane, Citarum, Serayu, Solo, Brantas, Kapuas, Moyo, Limboto, Saddang, dan Jeneberang. Ciliwung adalah sungai bersejarah. Sejak dari jaman Kerajaan Pajajaran hingga masa Kolonial Belanda, sungai ini memainkan peranan penting bagi kehidupan masyarakat. Namun kini, Ciliwung tidak lagi dipuja. Setiap kali terjadi banjir di Jakarta, Ciliwung selalu dikaitkan sebagai penyebabnya. Bencana yang sesungguhnya terjadi akibat ulah manusia yang merusak Ciliwung dengan sampah, limbah, hingga merusak wilayah tutupan hijau sebagai areal resapan airnya. Berikut fakta unik Sungai Ciliwung yang dirangkum Mongabay Indonesia, dari berbagai sumber, guna memperingati Hari Sungai Ciliwung setiap 11 November. Sungai Ciliwung di wilayah Sempur, Bogor, yang terlihat bersih. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Sungai bersejarah Dalam tulisannya di Mongabay Indonesia berjudul âMerawat Hulu Ciliwung, Menjaga Wibawa Hilir Ibukotaâ, Anggit Saranta menuliskan riwayat Ciliwung. Menurut sejarawan Bogor Saleh Danasasmita [1933-1986], Ciliwung merupakan satu dari empat benteng alam Kerajaan Pajajaran [1482-1567] saat masih berdiri. Kesultanan Banten yang berseteru dengan Pajajaran memerlukan waktu 40 tahun lebih untuk bisa menaklukan ibukota Pakuan [sekarang Bogor]. Ini dikarenakan adanya bentang alam yang menjadi pertahanan ibukota, yaotu dua sungai besar Ciliwung dan Cisadane, ditambah Gunung Salak dan Pangrango. Terkait pengelolaan Ciliwung, sejatinya sudah ada sejak Kolonial Belanda berkuasa di Jawa. Bagi Belanda, merawat hulu Ciliwung sama halnya dengan menjaga wibawa ibukota, Batavia, yang sekarang bernama Jakarta. Sebagai contoh, Bendung Katulampa merupakan upaya pembesar Hindia Belanda untuk melindungi Batavia dari serangan banjir besar Ciliwung. Bendungan karya insinyur Van Breen sepanjang total 74 m, dengan 5 pintu pembagi aliran dan 3 pintu penahan arus itu diresmikan Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg, pada 11 Oktober 1912. Hingga kini, Bendungan Katulampa selalu menjadi perhatian, tiap kali hujan besar melanda kawasan Puncak dan Bogor. Terutama terkait status debit air Normal atau Siaga, sebagai antisipasi banjir di Jakarta. Baca Wawancara Eksklusif Bima Arya Terlalu Lama Kita Meninggalkan Ciliwung Penataan Sungai Ciliwung di wilayah Kelurahan Sukasari, Bogor, menjadi prioritas. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Membentang luas Ciliwung membentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Cisarua lalu mengalir ke hilir di pantai utara Jakarta. Panjangnya 120 kilometer dengan luas Daerah Aliran Sungai [DAS] 387 kilometer persegi. Sungai bersejarah ini pun dibagi tiga sub DAS. Ciliwung hulu seluas hektar [di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor], Ciliwung tengah seluas hektar [di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Bekasi], serta Ciliwung hilir seluas hektar [di DKI Jakarta]. Saat ini, kawasan hutan yang merupakan regulator alami tata kelola air tersisa di DAS Ciliwung diperkirakan hanya tersisa 9,7 persen atau seluas hektar. Padahal, bila bicara luasan ideal ruang hijau, harusnya sekitar 30 persen dari luas Ciliwung itu sendiri. Prioritas pemulihan Ciliwung merupakan satu dari 15 sungai yang diprioritaskan pemulihannya oleh Pemerintah Indonesia. Selain Ciliwung, ada Sungai Asahan Toba, Siak, Musi, Sekampung, Cisadane, Citarum, Serayu, Solo, Brantas, Kapuas, Moyo, Limboto, Saddang, dan Jeneberang. Anggaran yang disiapkan lebih dari Rp2 triliun. Angka tersebut termasuk proyek pemulihan 15 danau prioritas dan 65 bendungan. Baca Bebersih Ciliwung Bukan Hanya Kejar Rekor MURI Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Puncak 1990-2012 yang berpengaruh kepada Ciliwung. Sumber Presentasi Ernan Rustiadi/ P4W IPB Hilangnya ikan Kekhawatiran akan ancaman kepunahan ikan di Sungai Ciliwung terbukti. Berdasarkan penelitian LIPI, dari 187 jenis ikan yang ada, kini hanya sekitar 20 jenis tersisa. Atau, sekitar 92,5 persen telah punah akibat aktivitas manusia dan pencemaran yang terus terjadi. Data penelitian LIPI menyebutkan, sepanjang tahun 1910 hingga 2010, ikan seperti belida, soro, berot, nilam, tawes, putak, berukung, lele, brek, keperas, dan ikan hitam sudah tidak ditemukan lagi di Ciliwung. Sementara, spesies ikan lainnya seperti hampal, genggehek, dan baung semakin terancam. Agar ikan yang ada tidak tidak, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah harus ditumbuhkan. Juga, pencemaran air yang terjadi akibat limbah industri pabrik harus dihentikan. Selain itu juga, diharapkan tidak ada pihak yang menebar ikan-ikan predator di Ciliwung yang bukan habitatnya, agar spesies asli tetap hidup. Sampah dan limbah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, jumlah limbah rumah, sampah, limbah industri, limbah ternak, dan pencemaran dari pertanian yang ada di Ciliwung sebesar 54,4 ton BOD per hari. Sementara, kemampuan sungai menampung beban pencemaran hanya 9,29 ton BOD [Biological Oxygen Demand] per hari. Dapat dikatakan, Ciliwung telah melewati kemampuan daya dukungnya. Tantangan lain adalah adanya perubahan tata ruang dan tutupan lahan. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang menyebabkan meningkatnya kerentanan bencana banjir. Daerah sempadan sungai [riparian] dari Bogor, Depok, dan sebagian Jakarta Selatan yang merupakan 60 % dari total luas sempadan Ciliwung, sekitar 37,11 persen telah menjadi daerah terbangun kedap air. Baca Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? Sungai Ciliwung tidak hanya dipenuhi sampah plastik, tetapi juga menghadapi masalah kotoran manusia yang dibuang langsung. Foto Indra Nugraha/Mongabay Indonesia Identik banjir Ciliwung selalu dikaitkan dengan persoalan bajir yang terjadi di Jakarta. Terkait bencana ekologis tersebut, penanggulangan juga harus dilakukan dengan pendekatan/perbaikan ekologi seperti pemulihan tutupan hijau resapan daerah aliran sungai/Watershed. Menurut Eko Kusratmoko, pakar geografi dan keteknikan dari Universitas Indonesia, seharusnya jarak sepuluh meter dari tepian Ciliwung tidak diperbolehkan untuk bangunan. Mengingat, kemiringan kali berisiko besar terjadinya longsor. Satu hal yang harus dipahami adalah sebagian besar wilayah Jakarta merupakan lahan basah berupa rawa, yang dialihfungsikan menjadi perumahan dan perkantoran. Fungsi utama rawa adalah pengatur dan penyimpan air, bukan sebagai daerah resapan. Sungai meluap yang mengakibatkan banjir adalah suatu proses alamiah siklus ekologi pada sungai. Ini terjadi ketika Jakarta juga mengalami banjir sejak zaman Batavia dulu. Persoalan saat ini adalah banjir semakin sering terjadi dengan daya rusak lebih besar. Luapan air sangat deras di Bendung Katulampa, Bogor, pada Rabu [1/1/2020] sore. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Hari Sungai Ciliwung Setiap 11 November diperingati sebagai Hari Ciliwung yang telah digelar sejak tahun 2012. Ditetapkannya Hari Ciliwung tersebut berdasarkan penemuan dua ekor bulus atau sejenis kura-kura, pada 11 November 2011, yang menunjukkan eksistensi hewan endemik di Ciliwung harus dijaga habitat dan kehidupannya. Tanggal 11 November merupakan momen kepedulian kita bersama, untuk terus menjaga sekaligus membebaskan Ciliwung dari segala persoalan. Ciliwung sebagai sungai bersih, bermanfaat sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, serta tidak mendatangkan banjir harus diwujudkan. Langkah perbaikan yang harus dilakukan itu, tidak berkutat pada istilah normalisasi atau naturalisasi Ciliwung. Artikel yang diterbitkan oleh bencana ekologis, featured, hak kelola, Hidupan Liar, jawa, jawa barat, kerusakan lingkungan, pencemaran, sampah, satwa air, sumber daya air
Fenomena banjir di DKI Jakarta bukanlah suatu hal yang baru terjadi akhir-akhir ini, melainkan sudah menjadi agenda tahunan ketika musim hujan tiba. Bahkan secara historis kejadian banjir sudah akrab di DKI Jakarta sejak zaman Kerajaan Tarumanegara, hal itu tertulis pada Prasasti Tugu yang menyebutkan adanya banjir dan penanggulangannya di DKI Jakarta pada abad kelima Masehi[1]. Enam kejadian banjir terbesar yang melanda DKI Jakarta adalah pada Januari sampai dengan Februari 1918, Januari 1979, Februari 1996, Februari 2007, Januari sampai dengan Februari 2013 dan Januari sampai dengan Februari 2020 [2]. Secara geologis, DKI Jakarta merupakan daerah cekungan dan tanahnya perlahan mengalami penurunan akibat pengambilan air tanah secara besar-besaran oleh masyarakat sehingga sungai yang bermuara di Teluk Jakarta tidak bisa mengalir lancar ke laut. Secara geomorfologi, DKI Jakarta merupakan dataran banjir yang terbentuk akibat proses sedimentasi ketika terjadi banjir. Selain itu, keberadaan 13 aliran sungai dari hulu yang melintasi provinsi ini menjadi akses bagi aliran air yang bersumber dari wilayah hulu untuk masuk ke wilayah DKI Jakarta [3]. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pada hakikatnya secara historis dan topografis wilayah DKI Jakarta merupakan daerah rawan banjir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menjadi pemicu banjir paling dominan di DKI Jakarta adalah curah hujan ekstrem [4]. Pada Januari 2020, DKI Jakarta mengalami curah hujan terbesar dalam sejarah pencatatan rekor hujan dalam 150 tahun terakhir, yaitu diatas 300 milimeter perhari sehingga menyebabkan banjir di berbagai wilayah. BMKG menyatakan bahwa musim hujan pada 2020/2021 dimulai pada Oktober 2020 dengan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari sampai dengan Februari 2021 [5]. Pada rentang waktu tersebut, tidak menutup kemungkinan DKI Jakarta akan mengalami curah hujan ekstrem dan terjadi banjir. Terdapat tantangan tambahan yang dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam menghadapi banjir pada 2020/2021 ini, yaitu banjir akan terjadi bersamaan dengan pandemi Covid-19. Setelah pengumuman kasus Covid-19 pertama di DKI Jakarta pada Maret 2020, jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 meningkat secara signifikan dan DKI Jakarta dikategorikan sebagai zona merah Covid-19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa pemerintah wajib melakukan tanggap darurat ketika terjadi bencana, salah satunya adalah menyediakan posko pengungsian untuk korban bencana banjir. Posko pengungsian biasanya dibuat secara darurat untuk menampung banyak korban dengan jarak yang berdekatan. Pada saat proses penyelamatan dan evakuasi korban pun tidak mudah untuk melakukan jaga jarak antarorang. Ancaman dapat juga disebabkan dari berbagai penyakit yang timbul pada musim penghujan seperti demam berdarah, tifus, diare, dan penyakit kulit yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga masyarakat menjadi lebih rentan terinfeksi Covid-19 [6]. Sumber Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta [7] Wilayah yang dimaksud dalam diagram wilayah rawan banjir perkecamatan di DKI Jakarta di atas menunjukkan secara keseluruhan DKI Jakarta memiliki 82 wilayah/kelurahan yang rawan banjir. Dapat dilihat dari diagram di atas bahwa Jakarta Selatan memiliki kelurahan rawan banjir terbanyak yaitu 25 wilayah/kelurahan atau sebesar 30,49%. Jumlah ini disusul oleh Jakarta Timur dengan sebanyak 23 wilayah/kelurahan atau sebesar 28,05% wilayah rawan banjir; Jakarta Barat sebanyak 17 wilayah/kelurahan atau sebesar 20,73% wilayah rawan banjir; Jakarta Utara sebanyak 15 wilayah/kelurahan atau sebesar 18,29% wilayah rawan banjir; Jakarta Pusat sebanyak 2 wilayah/kelurahan atau sebesar 2,44% wilayah rawan banjir; dan yang terakhir adalah Kepulauan Seribu yang tidak memiliki wilayah/kelurahan rawan banjir. Jakarta Selatan memiliki wilayah rawan banjir terbanyak dari wilayah lainnya di DKI Jakarta karena sebagian besar wilayahnya dilalui oleh aliran sungaiâseperti Kali Baru Timur, Kali Ciliwung, Kali Baru Barat, Kali Krukut, Kali Grogol, dan Kali Pesanggrahanâkerap mendapatkan banjir kiriman dari hulu, banyak sampah di aliran sungai, dan adanya penyempitan kali oleh bangunan [8]. Kepulauan Seribu tidak memiliki wilayah rawan banjir karena tidak terdapat aliran sungai dan air hujan langsung menuju ke laut. Jakarta Pusat berada di urutan terendah rawan banjir karena wilayah yang dialiri sungai hanya pada bagian barat dayanya saja. Setiap kabupaten/kota di DKI Jakarta, kecuali Kepulauan Seribu, memiliki kecamatan rawan banjir. Lima kecamatan yang memiliki kelurahan rawan banjir tertinggi pada masing-masing kota administratifnya adalah Kecamatan Cengkareng di Jakarta Barat, Kecamatan Mampang Prapatan di Jakarta Selatan, Kecamatan Makasar di Jakarta Timur, Kecamatan Penjaringan di Jakarta Utara, dan Kecamatan Tanah Abang di Jakarta Pusat. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Diagram di atas menunjukkan terjadi peningkatan jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang sangat signifikan dari Maret sampai dengan Desember 2020. Jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di DKI Jakarta sampai dengan Desember 2020 adalah sebanyak kasus. Kasus Covid-19 terkonfirmasi di DKI Jakarta dimulai pada Maret 2020. Pada bulan tersebut jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 adalah sebanyak 534 kasus. Persentase penambahan kasus positif Covid-19 pada April 2020 merupakan yang terbanyak dari bulan sebelumnya, yaitu meningkat sebesar 458% atau sebanyak kasusâdari 534 kasus menjadi kasus. Lonjakan kasus pada bulan April terjadi karena kapasitas pemeriksaan real time PCR sudah ditingkatkan dengan membangun Laboratorium Satelit Covid-19. Ditambah lagi dengan aksi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang juga gencar melakukan pencarian kasus baru atau active case finding [10]. Selain itu, lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi pada bulan April juga diduga karena pada bulan tersebut masih dalam fase awal munculnya pandemi ini di DKI Jakarta dan masih tahap awal sosialisasi mengenai penyebaran dan pencegahan virus tersebut secara masif sehingga masih terdapat masyarakat yang keliru atau belum memahami penyebaran serta pencegahan Covid-19. Sementara itu, jika dilihat dari jumlah penambahan kasus Covid-19 setiap bulannya maka bulan Desember memiliki angka yang paling tinggi dari pada bulan-bulan sebelumnya di tahun 2020, yaitu kasus. Tidak menutup kemungkinan jumlah kasus Covid-19 pun akan meningkat di bulan selanjutnya dan hal itu menjadi tantangan semua pihak dalam menghadapi banjir saat terjadi puncak hujan pada Januari sampai dengan Februari 2021. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarat [9] dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta [11] Jakarta Timur merupakan wilayah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak dari pada wilayah lain di DKI Jakarta. Hal tersebut dapat didukung oleh jumlah penduduk di Jakarta Timur terbanyak dari pada wilayah lainnya di DKI Jakarta pada tahun 2020. Namun, bila dilihat dari persentase jumlah kasus positif Covid-19 berdasarkan jumlah penduduk di tahun 2019 maka Jakarta Timur bukan menjadi wilayah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak, melainkan berada pada posisi kedua terendah dengan persentase sebesar 0,67%. Wilayah yang paling banyak terdapat kasus positif Covid-19 berdasarkan jumlah penduduknya adalah Jakarta Pusat dengan persentase sebesar 2,88%, meskipun pada jumlah kasus positif Covid-19 berada di urutan kedua terendah. Pada Agustus 2020, Jakarta Pusat menjadi wilayah dengan kecepatan penularan Covid-19 tertinggi di DKI Jakarta. Hal itu terlihat dari angka Incidence Rate IR atau angka yang menggambarkan laju kasus baru pada populasi dan periode waktu tertentu mencapai 45,31 pada 23 Juli hingga 6 Agustus, sementara wilayah lainnya di DKI Jakarta tidak lebih dari angka 33 [12]. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Berdasarkan wilayah rawan banjir di DKI Jakarta, Jakarta Pusat memiliki jumlah wilayah rawan banjir kedua terendah dari pada wilayah lainnya. Jakarta Pusat memiliki delapan kecamatan dan hanya satu kecamatan yang rawan banjir. Sementara itu, pada jumlah kasus positif Covid-19, Jakarta Pusat menempati urutan kedua terendah dengan jumlah kasus. Meskipun demikian, presentasi kasus Covid-19 berdasarkan jumlah penduduk, Jakarta Pusat menempati urutan teratas. Dinamika kasus positif Covid-19 di Jakarta Pusat terus bertambah dengan rata-rata penambahan pada setiap bulannya adalah sebanyak kasus. Penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jakarta Pusat terbanyak terjadi di bulan Desember dengan jumlah kasus. Meskipun demikian, persentase penambahan kasus positif Covid-19 terbanyak dari bulan sebelumnya terjadi di bulan April, yaitu sebesar atau 536 kasus, dari 45 kasus di bulan Maret menjadi 581 kasus. Adapun salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya kasus Covid-19 di Jakarta Pusat adalah banyaknya pemukiman padat penduduk, asrama, dan apartemen. Selain itu juga, penyebaran Covid-19 di Jakarta Pusat dapat disebabkan oleh kasus Covid-19 dari klaster perkantoran dimana terdapat 12 dari sebanyak 49 kantor di Jakarta Pusat yang ditutup karena ditemukannya kasus positif Covid-19 pada Agustus 2020 [13]. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Kecamatan Tanah Abang memiliki wilayah rawan banjir terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain di Jakarta Pusat. Dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Tanah Abang, dua diantaranya menjadi wilayah rawan banjir, yaitu Kelurahan Karet Tengsin dan Petamburan. Diagram jumlah kasus Covid-19 di Jakarta Pusat menunjukkan Kecamatan Tanah Abang menempati urutan kedua dari delapan kecamatan di Jakarta Pusat dengan jumlah kasus. Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kecamatan Tanah Abang terus meningkat dengan rata-rata peningkatan setiap bulannya sebanyak 324 kasus. Bulan September terjadi penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terbanyak di Kecamatan Tanah Abang yaitu sejumlah 769 kasus. Meskipun demikian, persentase penambahan kasus positif Covid-19 terbanyak dari bulan sebelumnya terjadi di bulan April, yaitu sebesar atau 199 kasus, dari 5 kasus di bulan Maret menjadi 204 kasus. Berdasarkan data-data di atas, Kecamatan Tanah Abang perlu memiliki persiapan yang matang dalam menghadapi banjir 2020/2021 dari pada tahun-tahun sebelumnya agar tidak menciptakan klaster penyebaran Covid-19 karena banjir di wilayah tersebut. Meskipun jumlah kasus positif Covid-19 dan persentase berdasarkan jumlah penduduk Jakarta Barat berada pada urutan ketiga di DKI Jakarta, Kecamatan Cengkareng juga memerlukan persiapan yang matang dalam menghadapi banjir 2021 karena masuk ke dalam urutan pertama kecamatan yang memiliki kasus positif Covid-19 di Jakarta Barat. Sementara itu, Kecamatan Makasar, Mampang Prapatan, dan Penjaringan masuk pada urutan ketiga sampai keempat terendah yang memiliki kasus positif Covid-19 di masing-masing kotanya. Meskipun secara statistik berada di urutan yang rendah pada jumlah kasus positif Covid-19, ketiga wilayah tersebut tetap harus diperhatikan saat terjadi banjir di tengah masa pandemi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus berupaya menyiapkan langkah-langkah preventif, seperti pelaksanaan proses evakuasi dan juga penerapan protokol kesehatan secara ketat pada saat masyarakat berada di posko pengungsian. Hal ini telah menjadi perhatian pemerintah agar tidak tercipta klaster baru penyebaran Covid-19 karena banjir di DKI Jakarta. Referensi [1] National Geographic Indonesia, âSejarah Banjir di Jakarta, Sudah Terjadi Sejak Zaman Tarumanegara,â 27 Februari 2019. [Online]. Available [2] G. S. Putri, âJakarta Banjir Lagi, Berikut 6 Sejarah Banjir Terbesar di Ibu Kota,â 25 02 2020. [Online]. Available [3] Harsoyo, âMengulas Penyebab Banjir di Wilayah DKI Jakarta,â Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, pp. 37 â 43, 2013. [4] M. Arnani dan I. Wedhaswary, âPenjelasan Lengkap Penyebab Banjir Jakarta,â 03 Januari 2020. [Online]. Available [5] M. Ridwan, âPrakiraan Musim Hujan Tahun 2020/2021 di Indonesia,â 08 September 2020. [Online]. Available [6] M. Ridwan, âPrakiraan Musim Hujan Tahun 2020/2021 di Indonesia,â 08 September 2020. [Online]. Available [7] Badan Penanggulangan Bencana Daerah, âDaerah Rawan Banjir Provinsi DKI Jakarta,â 06 Oktober 2020. [Online]. Available [8] Antara, âCurah Hujan Tinggi, Sudin SDA Catat 21 Titik Banjir Jakarta Selatan,â 5 Oktober 2020. [Online]. Available [9] Dinas Kesehatan, âRiwayat File Covid-19 DKI Jakarta,â 2020. [Online]. Available https//riwayat-file [10] E. A. Retaduari, âJakarta Kembali Cetak Rekor Angka Kasus Baru Corona 359 Kasus Per Hari,â 11 Juli 2020. [Online]. Available [11] Badan Pusat Statistik, âJumlah Penduduk Hasil SP2020 Provinsi DKI Jakarta sebesar juta jiwa,â 11 Januari 2021. [Online]. Available [12] I. Hamdi, âJakarta Pusat Jadi Wilayah Tercepat Penularan Covid-19 di DKI,â 13 Agustus 2020. [Online]. Available [13] CNN Indonesia, âKasus Aktif Corona di Jakpus Tinggi, Klaster Kantor Penyebab,â 14 Agustus 2020. [Online]. Available SumberBadan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Penulis Vicka Aghinasuci dan Ryan Dwi Saputra Editor Dwi Puspita Sari dan Gagar Asmara Sofa
p>The discourse to move the Indonesian capital city has repeatedly emerged. It occurs when critical events arise from social, political, environmental and disaster factors. The purpose of this study is to analyze how the discourse of Central Kalimantan as the Indonesian capital city. The method of this research uses qualitative approach with library research analysis. It uses primary books on public feasibility of an area becoming capital city of Indonesia. The results of this study with spatial, ecological and territorial approach, where Jakarta as a consideration for discussion. So in the temporary hypothesis, Jakarta is less feasible as the capital city of the country. Meanwhile, Central Kalimantan becomes alternative city to be the capital city. It is representative of its vast territory, not vulnerable to natural disasters, added a small population of its citizen. banjir terjadi di daerah jakarta yang dialiri sungai ciliwung